“Terus mau kamu sekarang apa?”
tanya perempuan yang mulai kehabisan kesabarannya itu.
“Please, stay here.” Pinta lelaki yang menjadi lawan bicaranya
bersungguh-sungguh.
“Gampang
ya kamu ngomong gitu? Aku udah ga tahan, Ris. Aku cape…” suara wanita itu mulai
terdengar parau. Ia berusaha menahan air matanya yang sudah memaksa untuk ke
luar.
“Aku
salah apa sih sama kamu? Tara, tolong jelasin ke aku.” Pinta lelaki yang
bernama Haris sekali lagi.
“Pikir
sendiri.” Jawab Tara ketus.
“Aku
bukan mentalist yang bisa baca
pikiran kamu, Tara.” Tara terdiam mendengar jawaban Haris. Ia menarik napasnya
berkali-kali, berusaha menenangkan dirinya sendiri.
Melihat
Tara yang tak kunjung membuka mulut lagi, Haris kembali bertanya, “aku salah
apa?”
“Kamu
pikir aku apa sih, Ris? Aku cuma minta kamu buat dengerin aku… gampang kan? Kamu
sadar apa yang kamu lakuin kalau aku udah ngomong?” Tara gagal menahan
emosinya. Kali ini Haris yang terdiam.
“Ga
sadar? Kamu ga sadar, Ris? Kamu dengan kencangnya ngebentak aku, nyuruh aku
diem. Apa salah seorang perempuan cerita tentang hari-harinya sama pacarnya
sendiri? Salah? Aku ngerasa kamu itu, bukan Haris-nya-aku. Kamu emang bukan
buat aku.” Jelas Tara, air mata mulai mengalir dari mata beningnya.
“Tar…”
“Sebentar,
aku belum selesai.” Ucap Tara tegas membuat Haris menghentikan niatnya untuk
berbicara. Tolong, aku ingin didengar, sekali saja, saat ini saja. Oke?” pinta
Tara sungguh-sungguh lalu menarik napas panjang sebelum melanjutkan kalimatnya.
“Kamu
ga tau gimana rasanya jadi aku, Ris. Sorry,
I’m done believing you. No more us. Ga peduli apa maumu sekarang, walaupun
aku sekarang ga tau arah tujuanku… I’ll
move on. Thank you for everything, Haris. We are done.” Tepat setelah Tara
menyelesaikan kalimatnya, Tara melengkah tegas meninggalkan Haris yang masih
terdiam, Haris yang tak mampu menahan kepergiannya, Haris yang saat ini hanya
mampu menyesali apa yang dahulu tak ia lalu, padahal hanya hal sederhana. Listen to her.
No comments:
Post a Comment