Sandra
kembali membuka kotak itu. Kotak yang tak pernah ia buka lagi sejak kejadian
naas yang menimpa sahabatnya, kejadian yang merenggut nyawa sahabatnya. Sandra
sadar betapa ia merindukan sosok Radit. Sosok yang selalu menjadi motivasinya,
sosok yang selalu merangkai kata-kata indah bersamanya hingga membentuk
bait-bait puisi.
“Nih,
ini kotak kumpulan puisi-puisi yang aku buat selama aku kenal kamu.” Sandra kembali
teringat perkataan Radit saat menyerahkan kotak berwarna abu-abu itu. Otaknya seolah-olah
memutarkan sebuah film lama yang masih teringat jelas dalam pikirannya.
“Kenapa
dikasih ke aku, Dit?” Tanya Sandra polos.
“Aku ga
mau kamu sendiri.” Jawab Radit sambil tersenyum sarat makna. Kening Sandra mengerut.
Ia tidak mengerti dengan maksud perkataan Radit.
“Maksud
kamu?”
“Suatu
hari nanti, kalau aku udah ga ada, kalau aku ga bisa nemenin kamu lagi,
puisi-puisi ini yang bakal nemenin kamu.” Seulas senyum tampak terus menghiasa
wajah Radit yang teduh.
“Suatu
hari nanti, kalau jasadku hanya tinggal seonggok daging tanpa nyawa dan kau merindukanku…
bukalah kotak ini, dan setiap kata dari puisi yang ku tulis akan menjelma
menjadi nyawaku. Kau tak akan pernah sendiri, Sandra.”
Saat
itu, Sandra hanya mengira perkataan Radit adalah perkataan tak berarti. Sandra kira Radit hanya menakut-nakutinya,
seolah-olah Radit akan segera pergi. Namun…
takdir telah menentukan, Radit benar-benar pergi darinya. Selamanya.
“Walaupun
ku tak lagi bisa melihat jasadmu, walaupun ku tak lagi bisa mendengar suaramu,
walaupun ku tak lagi bisa membantumu menggapai semua impianmu, namun aku yakin, aku takkan sendiri. Kau masih menemaniku lewat semua untaian kata-kata ini.” Ucap Sandra berharap
Radit dapat mendengarnya dari sana. “Aku merindukanmu, Dit.”
:'( :'(
ReplyDelete