Rasanya aneh. Rasanya bibir ini
tersenyum secara otomatis saat melihatnya. Rasanya seperti ada ribuan kupu-kupu
dengan sayap yang menggelitik perutku setiap kali melihat tawanya. Seperti saat
ini. Aku melihatnya tertawa bersama teman-temannya saat ia bermain basket. Ya,
ia kak Rafa, seniorku. Berdiri memandanginya
dari depan kelasku sudah menjadi kegiatan rutin selama sebulan ini. Tentu saja kak
Rafa tidak mengetahuinya – ku harap ia tidak mengetahuinya.
“Ata! Masih liatin dia?” Tanya Dini
yang sudah mengetahui kebiasaanku ini. “Kalo cuma liatin terus tapi ga kenal,
gimana bisa mau, Ta?”
“Ssst… Namanya juga suka
diem-diem.” Jawabku tanpa mengalihkan pandanganku sedetikpun.
“Kalo diem aja, keburu diambil
cewe lain loh.” Sontak aku langsung menoleh pada diri dan menatapnya dengan
pandangan dingin. Dini hanya tertawa cekikikan melihat tingkahku. Baru saja aku
ingin menjawab pertanyaan Dini, tetapi…
“Aww!” pekikku saat merasakan
sebuah bola basket yang terlempar ke bahu kananku.
Tidak. Tidak mungkin. Kak Rafa
menghampiriku! Baiklah, saat ini aku merasakan lebih banyak kupu-kupu yang terbang
di dalam perutku.
“Lu kena bola basketnya? Sorry, gue ga sengaja. Lu ga apa-apa
kan?” Tanya kak Rafa santai namun terlihat sedikit cemas.
“Eh? Iya… Eng.. Engga apa-apa ko
kak. Santai aja, hehehe…” aku mencoba bersikap setenang mungkin, tetatpi gagal.
“Lu anak komplek Perumahan Indah
ya?” Tanya kak Rafa tiba-tiba.
“Loh? Kok tau, Kak?” baiklah,
ini hal yang aneh. Tidak mungkin ia menguntitku.
“Pantesan, gue sering liat lu
kalo berangkat atau balik sekolah. Gue juga anak komplek itu.” Ia sering
melihatku? Baiklah, ku rasa wajahku saat ini sudah memerah.
“Nanti balik sekolah sama siapa?
Ikut gue aja yuk.” Ajaknya sambil mendribble
pelan bola basket di hadapanku.
“Rafa! Lama amat ngambil bola doang?!”
Salah satu temannya berteriak tak sabaran.
“Bentar, Cong!” Kak Rafa balas
berteriak. “Jadi gimana?” ia kembali bertanya padaku.
“Yaudah deh, terserah kak Rafa
aja.” Jawabku pelan. Kulihat kak Rafa tersenyum kecil.
“Nomer lu? Biar gue gampang
ngehubungin lu nanti. Sekalian aja, besok kita berangkat bareng juga.” Kak Rafa
berhasil membuatku merasa kaki ini tak sanggup menahan badanku. Rasanya aku
akan segera meleleh di tempat. Ku berikan nomer ponselku padanya dengan gerakan
cepat. Tanpa sadar, Dini meninggalkanku
secara perlahan. Memberikan waktu dan tempat yang lebih leluasa untuk aku dan
kak Rafa. Terimakasih, Din.
“Sip, nanti gue sms ya!” ucapnya
sambil pergi kembali ke teman-temannya dan melanjutkan permainan basketnya. Aku
hanya mengangguk sambil tersenyum. Kak Rafa, mungkinkah kakak merasakan hal yang
sama padaku?
Bagus ran :') *ngarep bisa jd kaya gitu*
ReplyDeleteGue dan mira tersentuh . Kak rafanya lucu haha
ReplyDeleteBerharap ata itu gue. Dan rafa itu seseorang yg udh nun jauh di ugm. Hehehehehe.
ReplyDeletetengah membayangkan jika hal itu terjadi padaku. senior yang telah lama diam-diam kuperhatikan. aaah...
ReplyDelete